Merah Itu Cinta diartikan sebagai cinta yang realistis. Menurut Rako Prijanto yang bertindak sebagai sutradara, cinta tidak selamanya berbunga-bunga dan menyenangkan. Cinta pun bisa berdarah-darah.
"Cinta juga bisa penuh dengan kejutan dan kenyataan yang menyakitkan," ujar Nova Rianti Yusuf, penulis skenario Merah Itu Cinta yang juga seorang psikolog.
Rako Prijanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengungkapkan film itu hendak bertutur tentang kisah cinta yang tragis, namun pada akhirnya memberi pelajaran positif bagi orang yang mengalaminya.
Rako mengatakan, film terbaru produksi Rapi Film merupakan film eksperimen. "Saya ingin membuat sesuatu yang beda, sesuatu yang baru. Tidak seperti film-film bertema cinta yang ada di Indonesia selama ini."
"Ide cerita film ini datang ketika saya duduk di boarding room bandara dengan tunangan saya. Tiba-tiba, datang sepasang pria bule. Mereka sangat mesra. Saya mulai memikirkan perasaan mereka. Saat itulah, ceritanya mulai saya buat," terang Rako.
Penulis naskah Nova Rianti Yusuf memerlukan waktu dua pekan untuk menyelesaikan ceritanya. Menurut Nova, kisah cinta dalam sebuah film tak melulu berakhir manis.
menuangkan kisah Raisa sebagai seorang yang mengalami kehilangan, perasaan berkabung yang mendalam, bergelut dengan amarah dan penolakan, dan berakhir dengan penerimaan.
Gelap, suram, dan kesan minim pencahayaan mewarnai sebagian besar adegan dalam film itu. Kesan gelap sengaja dihadirkan untuk mewakili kesedihan Raisa.
Warna merah itu sendiri, menurut Rako, merupakan representasi cinta Rama dan Raisa. Raisa juga memberi nuansa merah pada rumah mungilnya karena Rama menyukai merah.
Sang produser, Sunil Samtani mengungkapkan biaya produksi dan promosi film ini mencapai Rp3,2 miliar. Ia menargetkan jumlah penonton film ini bisa mencapai 500 ribu orang.
"Untuk itu kami akan melakukan promosi di tiga kota, Surabaya, Makasar, dan dan Bandung," ujarnya.
Sunil mengakui, tema film "Merah Itu Cinta" lebih berat untuk dipahami penonton. Tidak semua orang akan menyukai film ini karena banyak simbol-simbol dalam film ini yang tidak dapat dengan mudah dimengerti.
"Inilah uniknya film ini," demikian ujar Sunil.
"Cinta juga bisa penuh dengan kejutan dan kenyataan yang menyakitkan," ujar Nova Rianti Yusuf, penulis skenario Merah Itu Cinta yang juga seorang psikolog.
Rako Prijanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengungkapkan film itu hendak bertutur tentang kisah cinta yang tragis, namun pada akhirnya memberi pelajaran positif bagi orang yang mengalaminya.
Rako mengatakan, film terbaru produksi Rapi Film merupakan film eksperimen. "Saya ingin membuat sesuatu yang beda, sesuatu yang baru. Tidak seperti film-film bertema cinta yang ada di Indonesia selama ini."
"Ide cerita film ini datang ketika saya duduk di boarding room bandara dengan tunangan saya. Tiba-tiba, datang sepasang pria bule. Mereka sangat mesra. Saya mulai memikirkan perasaan mereka. Saat itulah, ceritanya mulai saya buat," terang Rako.
Penulis naskah Nova Rianti Yusuf memerlukan waktu dua pekan untuk menyelesaikan ceritanya. Menurut Nova, kisah cinta dalam sebuah film tak melulu berakhir manis.
menuangkan kisah Raisa sebagai seorang yang mengalami kehilangan, perasaan berkabung yang mendalam, bergelut dengan amarah dan penolakan, dan berakhir dengan penerimaan.
Gelap, suram, dan kesan minim pencahayaan mewarnai sebagian besar adegan dalam film itu. Kesan gelap sengaja dihadirkan untuk mewakili kesedihan Raisa.
Warna merah itu sendiri, menurut Rako, merupakan representasi cinta Rama dan Raisa. Raisa juga memberi nuansa merah pada rumah mungilnya karena Rama menyukai merah.
Sang produser, Sunil Samtani mengungkapkan biaya produksi dan promosi film ini mencapai Rp3,2 miliar. Ia menargetkan jumlah penonton film ini bisa mencapai 500 ribu orang.
"Untuk itu kami akan melakukan promosi di tiga kota, Surabaya, Makasar, dan dan Bandung," ujarnya.
Sunil mengakui, tema film "Merah Itu Cinta" lebih berat untuk dipahami penonton. Tidak semua orang akan menyukai film ini karena banyak simbol-simbol dalam film ini yang tidak dapat dengan mudah dimengerti.
"Inilah uniknya film ini," demikian ujar Sunil.